Dalam keadaan masih sakit, Panglima Besar Soedirman berangkat ke Istana untuk menerima instruksi dari Presiden. Di istana pada waktu itu sedang berlangsung sidang kabinet. Presiden menasehatkan agar Pak Dirman kembali ke rumah karena masih sakit. Namun, nasehat itu tidak dipenuhi. Pak Dirman menunggu keputusan Pemerintah sambil menyusun perintah untuk seluruh anggota Angkatan Perang. Perintah yang disiarkan juga oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta itu pada pokoknya berbunyi : “Semua Angkatan Perang menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk menghadapi serangan Belanda”. Keputusan pemerintah untuk tetap tinggal di dalam kota dan ajakan Presiden agar Jenderal Soedirman juga tetap tinggal di dalam kota, sangat di luar dugaannya. Panglima Besar hanya menjawab : “Tempat saya yang terbaik adalah di tengah-tengah anak buah”. Saya akan meneruskan perjuangan gerilya dengan sekuat tenaga seluruh prajurit. Inilah petikan narasi dari buku biografi Jenderal Besar Soedirman yang patut perwira muda teladani sebagai salah satu bekal dalam memimpin. Makna yang terkandung dalam jawaban Pak Dirman adalah pemimpin harus hadir pada saat dan dalam kondisi apapun.
Apa yang dilakukan Pak Dirman sejalan dengan konsep gaya kepemimpinan yang dicetuskan salah satu bapak pendiri pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro yaitu ing madya mangun karso. Yang artinya antara lain keberadaan seorang pemimpin di tengah-tengah anggotanya juga harus bisa membangun dan membangkitkan motivasi dan semangat juang. Sehingga dari situ akan tercipta sebuah satuan solid yang dipenuhi dengan keoptimisan untuk meraih kesuksesan. Ing madyo mangun karso juga masuk pada urutan ketiga pada 11 asas kepemimpinan TNI. Sebelas Asas Kepemimpinan TNI merupakan proyeksi dari hakekat kepemimpinan Pancasila, kepemimpinan Sapta Marga dan kepribadian TNI, serta merupakan kebenaran fundamental yang akan menjiwai seorang pemimpin/komandan. Keberadaan seorang pemimpin di tengah anggotanya juga harus bisa membangun dan membangkitkan motivasi dan semangat juang. Sehingga dari situ akan tercipta sebuah satuan solid yang dipenuhi dengan keoptimisan untuk meraih kesuksesan.
Pak Dirman lebih memilih berada di tengah-tengah anak buah dalam memimpin perang gerilya selama kurang lebih 7 bulan sebagai wujud tanggung jawab pemimpin agar mampu memahami persepsi anak buah dan dapat bertindak cepat dan tepat sesuai tuntutan situasi, untuk memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak buah dan yang terpenting adalah berpartisipasi bersama anak buah dalam melaksanakan tugas-tugas yang berbahaya, serta dapat menghayati peristiwa-peristiwa menyedihkan yang dialami anak buah.
Dengan ditandu karena menderita penyakit paru-paru, pak Dirman melakukan perjalanan naik gunung turun gunung, masuk ke luar hutan, berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Obat-obatan pun sulit diperoleh pada waktu itu. Tak jarang Panglima Besar itu terpaksa kekurangan makanan selama beberapa hari. Kesukaran itu bertambah karena Belanda selalu berusaha untuk menangkapnya.
Perang gerilya yang dilancarkan TNI dengan rakyat, akhirnya berhasil mematahkan Belanda dan selanjutnya Belanda kemudian mengajak berunding. Tanggal 7 Mei 1949 Roem-Royen Statement ditandatangani. Dengan dasar perjanjian itu, akhir Juni 1949 Presiden, Wakil Presiden dan pejabat-pejabat pemerintah yang dulunya ditawan Belanda di Pulau Bangka, dikembalikan ke Yogyakarta.
Pak Dirman diketahui kerap memberikan amanat dan kata-kata bijak untuk memotivasi pasukannya dalam mengabdikan seluruh hidupnya kepada Tanah Air. Dikenal memiliki kemampuan dalam memimpin, sosok yang bijaksana, tegas, dan ksatria, yang ditunjukkan seiring upayanya mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Kualitas kepemimpinan yang diterapkan oleh Pangsar Soedirman pada saat memimpin TNI dimasa perjuangan kemerdekaan, telah memberikan arah dasar bagi kepemimpinan perwira TNI. (untung/dari berbagai sumber)